Still working to recover. Please don't edit quite yet.

Islam dan anarkisme

From Anarchopedia
Jump to: navigation, search

Template:Anarkisme Walaupun anarkisme biasanya dihubungkan dengan ateisme dan penolakan akan agama yang terorganisir, dan Islam sering dihubungkan dengan rezim-rezim penguasaan dan juga Islam dikritik karena pelangggaran akan hak-hak manusia di beberapa aturan dunia Islami, namun ada juga kesamaan aliran dalam kepercayaan anarkis dalam keseluruhan sejarah Islam. Hal ini menjadi bahan pembicaraan yang besar pada akhir abad ke-20 dengan berkembangnya pergerakan liberal dalam Islam, dimana pertama kalinya konsep Muslim anarkisme lahir.

anarkisme Islami didasarkan pada peraturan yang tak bisa diganggu gugat dari ‘ketundukkan hanya pada Allah, dan konsep dari ‘tak adanya paksaan dalam sebuah agama’. Muslim yang anarkis mempercayai hanyalah Allah yang mempunyai kekuasaan atas seorang Muslim dan menolak fatwa-fatwa dari imam besar yang korup, dengan menilai pada konsep Ijtihad untuk pemaknaan Islam itu sendiri bagi masing-masing individu dalam Islam. Kecenderungan anti kekuasaan sangat terlihat dalam Islam dan banyak Muslim yang anarkis sering disamakan dengan jalan Sufisme dan tulisan-tulisan Sufi.


Sejarah kecenderungan anarkisme terhadap Islam

Menurut sejarah, telah ada pergerakan anti penguasa dalam Islam, namun sejarah-sejarah tersebut tidak di dokumentasikan secara baik dan tidak membuat dampak besar pada jalan mainstream Islam.

Kejadian pertama yang pernah tecatat dari pergerakan anti penguasa dalam Islam adalah dimana saat telah meninggalnya Nabi Muhammad. Kaum Muslim dahulu mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang siapa yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin kaum Muslim, perdebatan itu menghasilkan terpisahnya kaum Syi’ah dan Sunni. Sebenarnya disana ada tiga golongan, bagaimanapun juga, kaum Kharijites, yang melawan kedua belah pihak yang saling bertentangan itu, menyatakan bahwa setiap Muslim yang memenuhi syarat dapat menjadi Imam. Mereka mengatakan bahwa semua orang mempunyai tanggung jawab masing-masing untuk memilih kebaikan dan kejahatan dari dirinya sendiri. Mereka menentang segala penguasaan dan membesarkan hati semua umat, terutama orang miskin dan orang yang tertindas, untuk melihat perjuangan melawan ketidakadlian sebagai penyelamat diri sendiri dengat sifat ketuhanan. Ada yang harus dicatat, walaupun Kharitijes melihat semua umat yang percaya pada Allah sepenuhnya sama tanpa memandang perbedaan status sosial, namun mereka percaya bahwa orang-orang yang berbeda keyakinan dengan mereka tidak mempunyai hak yang sama, dan bahkan boleh dibunuh.

Ketika Sunni dan Syi’ah disibukkan dengan pengembangan pemerintahan yang berdasarkan Islam, ide-ide pembebasan dalam Islam diteruskan oleh kebanyakan kaum Sufisme, yang bertahan pada ilmu kebatinan dari Islam. Sufisme telah sangat dikenal pada zaman kerajaan Islam. Perkembangan kaum Sufi terinspirasikan dibawah filsafat ketimuran, dan anti penguasa juga ide-ide revolusionernya dapat didengar sampai sekarang. Banyak perintah Sufi dan nasihatnya menyebutkan tentang perjuangan untuk persamaan hak kaum perempuan dan keadilan sosial.

Sufisme juga menghasilkan banyak puisi-puisi dan tulisan-tulisan Islami dimana dalam literatur-literatur tersebut kecenderungan anarkisme sangat terlihat. Salah satu penyair Sufi yang terkenal adalah Farid al-Din Attar dari Persia di abad ke-13. Dalam salah satu bukunya “Muslim Saints and Mystics: Episodes from the Tadhkirat al-Auliya’ (Memorial of the Saints)”, Attar menceritakan kisah dari seorang guru Sufi, Fozail-e Iyaz (yang diperkirakan hidup di abad ke-8) dan Khalifah Abbasid ke-5, Harun al-Rashid. Ketika Harun mencari orang di kerajaannya yang dapat memberitahukan kebenaran tentang dirinya, Harun menemukan Fozail, yang mana satu-satunya orang yang bebicara jujur dan tanpa ragu. Fozail memberitahukan bahwa dia menghargai ketidakadaan kekuasaan mutlak di dalam kerajaan Islam, dan dia mengatakan “Berserah diri kepada Tuhan, walau hanya untuk sebentar, lebih baik daripada beribu-ribu tahun mematuhi perintah raja Harun”. Walaupun banyak contoh kecenderungan anti pemerintahaan dalam sejarah Islam, perkembangan utama yang dapat terlihat terjadi di abad ke-20, dimana adanya pengenalan terhadap makna liberalisasi dalam Islam dan penyatuan dari pergerakan radikal Islam kiri.

Seorang kartunis dari Perancis Gustave-Henri Jossot, seorang kontributor yang berkala pada sebuah majalah anarkis, berpindah agama ke Islam pada tahun 1913, dia menemukan bahwa Islam adalah “Simpel, tanpa pendeta, tanpa dogma, dan hampir tanpa upacara-upacara keagamaan”, dengan alasan tersebut dia pindah agama. Setelah perubahan itu, dia terus mengkritisi tentang konsep tanah suci, memperjuangkan hak-hak yang sama untuk semua orang, menolak aksi-aksi politik, kekerasan dan institusi pendidikan formal. Dia menolak aksi-aksi sosial, dengan alasan logis bahwa suatu perubahan hanya dapat terjadi pada suatu tingkatan individu, dimulai dari diri sendiri.

Seorang yang paling berpengaruh dan sangat penting di abad ke-20 adalah Ali Shariati, salah seorang pencetus ideologi Revolusi Islam di Iran. Jean Paul Sartre berkata: “Saya tak memiliki agama, namun apabila saya harus memilih, saya akan pilih agama Shariati”. Setelah terjadinya Revolusi Islam di Iran menjadi perhatian serius para penguasa disana, Shariati dimasukkan penjara karena ajaran-ajarannya, yang sangat populer dan dilaksanakan oleh murid-muridnya, Shariati dipaksa untuk meninggalkan Iran. Tak lama setelah itu Shariati ditembak mati oleh orang tak dikenal.

Walaupun Shariati bukan seorang anarkis, pandangannya akan Islam adalah agama yang revolusioner, berdampingan dengan kaum miskin dan tertindas. Dia percaya bahwa refleksi dari konsep Islam akan Tauhid (Kebersamaan, dan Tak Ada Tuhan Selain Allah) adalah tidak adanya kelas-kelas sosial.

Orang-orang yang berpengaruh pada zaman sekarang

Kesimpulan anti pemerintahan menurut sejarah adalah campuran nyata dari ajaran Islam dengan teori moderen dari anarkisme, terjadi pada akhir abad ke-20.

Salah seorang Muslim Anarkis yang berpengaruh saat ini adalah Peter Lamborn Wilson, juga dikenal dengan sebutan Hakim Bey. Sufi Anarkis yang kontroversial ini menggabungkan paham-paham Sufi dan neo-paganisme dengan paham anarkisme juga dengan situasionalisme. Dia sangat dikenal dengan konsepnya akan Temporary Autonomous Zones, yang menghasilkan pergerakan ‘Reclaim The Streets’ dan bahkan acara-acara seperti Love Parade.

Sekarang ini juga telah ada beberapa diskusi berdasarkan ajaran Natural Islam [1], yang mana sebagai ruang diskusi dari anarkisme-Hijau dan pandangan-pandangan anti konsumerisme dalam ajaran Islam.

Islamik anarkisme moderen dan internet

Dibeberapa tahun terakhir ini, telah banyak diskusi yang membahas kosep dari ajaran Islam Anarkis, khususnya diadakan oleh seorang punk Muslim dari Amerika, Michael Knight. Namun jarang adanya bukti nyata keberadaan portal dari Muslim Anarkis, sampai pada 20 Juni 2005, Yakoub Islam, seorang Muslim dari Inggris, mengaktifkan portal online-nya yang disebut Muslim Anarchist Charter [2].

Portal tersebut menuliskan prisip-prisip dasar dari paham anarkis dan kesamaan tingkah laku yang diterapkan dalam pandangan para Muslim. Hal ini menyatukan beberapa prinsip inti dari ajaran Islam, termasuk kepercayaan pada Tuhan, kesucian Nabi Muhammad, dan kesucian jiwa manusia. Dituliskan juga kemungkinan bahwa jalan spiritual seorang Muslim hanya bisa dicapai dengan menolak bekerjasama dengan kekuasaan institusi dengan semua bentuknya, termasuk pengadilan, institusi sosial, keagamaan, perusahaan dagang dan partai politik. Setiap Muslim dituntut untuk membangun kerjasama sosial dimana perkembangan spiritual terjauhi dari tirani, perbedaan status sosial, dan jauh dari ketidakpedulian terhadap sesama manusia. Keyakinan ini adalah hal yang sungguh-sungguh dari prinsip dasar tanpa kompromi, yang dikembangkan dari visi utopian yang mana menginginkan manusia hidup dalam damai dan saling bekerjasama, keyakinan dalam ajaran Islam dan jalan politik dari paham anarkis tersebut yang membuat kokohnya persamaan Islam dan anarkisme.

Yakoub menyatakan dirinya sebagai Muslim Anarkis (atau seorang Anarkis yang Muslim), daripada menyebutnya seorang Anarkis yang Islami, karena dia menyadari adanya keberagaman dalam komunitas Muslim, dengan beberapa temuan pakar antropologi yang menyebutkan hanya ada satu Islam. Dan tentu saja hanya ada satu anarkisme.

Pranala luar

Template:wikipedia

Kategori:Anarkisme Kategori:Islam